Friday 10 August 2012

TAS

Bekasi, Pebruari 2012.


Tas itu terbungkus rapih di antara tumpukan tas-tas lainnya. Tas itu bagai pisau yang menusuk tajam relung hati yang terluka. Nafas panjang terhela melegakan dada yang sesak oleh penghianatan.
Ah.. cinta yang berubah benci sekejap saja. Tas yang menyisakan kekecawaan masa lalu yang tidak mungkin terhapus dalam kehidupan. Tas baru, sepatu baru dan baju baru telah di siapkan untuk keberangkatannya ke kampung calon suami nya, terkulai begitu saja bagai bunga kembang tak jadi. Hanya sayatan dalam yang menusuk di relung hati. Calon.... hanya calon yang gugur begitu saja karena bukan orang sekampungnya.
Alasan yang sangat menyakitkan hati. Lupakanlah semua yang t'lah terjadi, bukalah lembaran hidup yang baru.
Hanya selembar warna kehidupan yang pahit warna yang tak patut dan tak ingin di kenang. Biarlah semuanya sudah terjadi. Serasa begitu mudahnya melupakan hal itu. Tidaaakkk.... tidak melupakannya, hanya menguburkan nya dalam-dalam di relung hati yang paling dalam. Menutupi luka hanya itu yang dapat di lakukannya. Apalah daya seorang wanita.
Tak terasa pula waktu begitu cepat berlalu, dua tahun sudah terlampaui.......

Jakarta, Pertengahan tahun 2010.
Pertemuan tadi siang di lobby hotel melati sangat melelahkan Era.
Era tidak terlalu memperhatikan orang-orang yang hadir. Era memfokuskan diri pada apa yang sedang dikerjakannya, presentasi.
Saat malam Era mengecek telp seluler nya dan memeriksa nomor panggilan tak terjawab.
"Maaf, kalau saya boleh tahu saya bicara dengan siapa?", sapa Era di telp.
"Eee.. iya ... kamu yang tadi siang dipertemuan 'kan, saya Toni, dan kamu Era 'kan",  jawabnya dengan suara yang berat.
"Iyaa, maaf habis saya tidak tahu nomor telp siapa", sahut Era., ok terimakasih Toni", sahut Era.

Pagi itu Era sedang bersiap-siap untuk bekerja. Betapa kagetnya Era karena Toni berdiri persis di depan pintu.  "Selamat pagi....", sapa Toni ramah.
Era menjawab dengan senyumannya.
"Ada yang  bisa saya bantu", tegur Era menawarkan diri.
"Tidak.... saya hanya ingin bertemu", jawab Toni lugu.
"Maaf... saya harus pergi kerja, pamit yaaa", ucap Era sambil berjalan meninggalkan Toni yang masih berdiri terpaku di depan pintu.

Sore itu saat Era sedang merapikan rumahnya,  Toni datang kembali mengunjungi Era. Mereka berbincang sampai larut malam, entah apa yang di bicarakan mereka.
Pertemuan itu berlalu begitu saja dan Era  pun tidak terlalu memikirkannya.

Pagi itu saat Era membuka pintu rumahnya, Toni telah berdiri persis di depan pintu rumah Era dan tersenyum saat di lihat nya Era membuka pintu.
"Hi.. selamat pagi Toni", sapa Era.
"Selamat pagi ra", sahut Toni.
"Sudah sarapan?".
"Silahkan masuk ... yuk kita sarapan sama-sama", undang Era, yang di sambut malu-malu oleh Toni.
Persahabatan yang terjalin begitu cepat.
Dengan berani Toni mengajak Era untuk hidup bersama dan menikah.
Ajakan yang tidak di tolak Era.
Di Jakarta, Toni hanya menumpang pada keluarga nya dan rumahnya di Girian- Bitung, Sulawesi.
Toni melapor pada ketua RT setempat bahwa mereka segera akan menikah dan untuk sementara waktu mereka tinggal di rumah kontrakan yang tidak jauh dari tempat tinggal keluarga Toni.

Saat Era merasakan sakit pinggang dan berkonsultasi pada dokter teman mereka, dr. Boy mengatakan bahwa Era hamil. Dan di sambut bahagia oleh Toni yang tidak memiliki anak kandung.
Hari-hari berlalu dan perut Era semakin bertambah besar.

Sangat di sayangkan, kelakuan Toni  berubah, Toni sering menerima  dari seorang wanita, Zena.
Kecemburuan Era mulai tampak. Dan Toni menghiburnya dengan mengatakan bahwa Zena yang menyukainya dan mereka telah lama berhubungan, saat istri Toni masih hidup. Mereka sering berselingkuh. Betapa meyesalnya Era.
Telp tambah sering berdering dari Zena entah siang bahkan tengah malam buta, sangat menyakitkan hati. Toni menghibur dengan mengatakan bahwa hanya Era yang di cintai. Kalau memang benar seandainya Zena yang Toni cintai, ia pasti menikahi nya setelah istrinya meninggal dunia. Menurut Toni pula bahwa keluarga almarhum istrinya sangat membenci Zena dan menuding sebagai penyebab kematian istrinya.
Era, wanita bodoh yang mempercayai ucapan Toni yang akan menikahinya di bulan December setelah kembali ke Jakarta.
"Sabar ya sayang.... saya hanya pulang satu minggu saja untuk beberapa urusan, dan paling lamapun dua minggu", kata  Toni sambil memeluk mesra Era.
Tak ada kata yang dapat di ucapkan Era selain bersandar di dada Toni dengan manjanya.



Jakarta, November 2010.
Zena yang pegawai negri seorang guru SD, datang ke Jakarta untuk kunjungan tugas,
Sayang seorang  tenaga pendidik guru SD yang sudah kehilangan citra, mengerikan??? Apa jadinya murid didiknya bila mengetahui kalau Bu guru yang di hormatinya memiliki hubungan sex di luar nikah?.  Masihkah mampu berdiri di depan kelas mengajarkan moralitas?.

Kesempatan yang tidak di sia-sia kan Zena untuk membujuk Toni segera pulang ke Bitung.
Toni memutuskan pulang ke kampungnya di Bitung.

Seminggu telah berlalu, Toni berada di kampungnya.
Zena menelpon kerabat nya dan mengatakan bila memang Era hamil silahkan menikah dan bercerai setelah anak itu lahir. Betapa sakit hati Era mendengarnya.
Kerabat Toni menawarkan obat untuk mengugurkan kandungan, melihat kondisi yang riskan seperti itu. Betapa beban berat yang harus di tanggung Era.

Era hanya tersenyum saja saat ibu-ibu tetangga mempergunjingkan perutnya yang makin membesar dan menanyakan, kapan Toni akan datang.
Era hanya menarik nafas panjang, pasrah.
Era sangat cemas telah tiga hari Toni tak dapat dihubungi lewat telp.
Era sangat panik, dan tak tahu harus berbuat apa.
Malam itu Era turun naik tangga untuk ke kamar kecil hampir duapuluh kali lebih.
Mata tak mau terpejam, dengan perut yang terasa sakit, membuat Era bolak-balik ke kamar kecil.
Menjelang subuh Era tertidur pulas kelelahan dan sakit.
Betapa kagetnya Era saat merasakan perutnya yang mengecil dan kembali ramping. Dimana, kemana perut gendut yang hampir 4 bulan kehamilan itu?.
Era sangat bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
Era hanya dapat berdoa pasrah.
Dan yang lebih menyakitkan hati lagi adalah kerabat Toni yang masih kerabat Zena juga datang mengunjungi Era dan menanyakan kehamilan Era.
Seolah mereka mencari tahu.... yang  Era tidak mengerti sebelumnya.
Ooo.... ada yang mereka kerjakan, karena menurut tante Vince tetangga Era bahwa bukan tidak mungkin untuk menghilangkan kehamilan dan sebaliknya dengan ilmu dari kampung mereka yang memang di kenal di masyarakat umum di kampung Toni.
Era  hanya terdiam mendengarkan celoteh tante Vonny dan tante Vince membicarakan dirinya.
"Hanya Tuhan yang tahu", jerit hati Era.
Tak mudah menerima penjelasan tante Vonny dan tante Vince yang tak masuk di akal.
Era hanya menarik nafas pasrah.


Sore itu Era merasakan sakit perut  yang tak tertahankan dan membuat Era pingsan berkali-kali.
" Era jangan pergi,..... kasihan Gelang yang sudah tidak memiliki bapak dan hanya memilikimu Era", seru  Ijar  dalam tangisnya sambil mengelus kepala Era. Ijar sahabatnya menangis melihat Era menahan sakit dan jatuh pingsan, Sadar dan  pingsan lagi,  berkali-kali. . Hari sudah bertambah larut.  Era pingsan lagi dan lama tak sadarkan diri. Akhirnya Ijar dan teman-temannya melarikan  Era  ke rumah sakit.
Dengan drankar Era di bawa ke bagian UGD.  Dokter memeriksanya dengan seksama, Era masih belum sadarkan diri juga.

Pukul dua belas tengah malam, Era membuka matanya dan sadar.
Era kaget melihat dirinya di rumah sakit dan beranjak turun dari tempat tidur.
"Kenapa, kenapa:, seru Era bingung.
"Saya tidak apa-apa dan yuk kita pulang", lanjutnya lagi sambil berjalan keluar,
Era memaksa pulang saat itu juga dengan kesadaran penuh.
Beristirahat di rumah di temani beberapa sahabatnya.
Pagi itu Era sudah tamapk lebih baik dan sehat.

Sore itu beberapa teman Era datang melihat keadaannya.
"Iyaa... Ferry, bantu saya melupakan Toni, tolong bantu doa", pinta Era.
Ferry hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum.
Ijar sahabatnya merasa lega melihat Era kembali sehat.

"Masak apa Era.... ", seru Ijar siang itu setelah pulang berjualan di pasar.
"Rendang..., okay 'kan", jawab Era.
Era keluar dari rumahnya dengan sepiring nasi berisi rendang dan tumis sayuran.
Era menemani Ijar makan di lorong gang tempat tinggal mereka.
Ijar makan dengan lahapnya,
"Saya tidak habiskan ya, untuk Irul  saja", serunya.
"Habiskan..., nanti kalau Irul datang masih ada koq", jawab Era.

Tak terasa waktu berjalan terus.... memetik jambu air di halaman rumah teh One,  mangga  di halaman rumah Janti  dan rambutan di belakang rumah tante Vonny dan menikmati rujak  atau memasak kepala ikan tongkol dan makan beramai-ramai sangat menyenangkan.

Innalillahi wa inna lilahi rojiun.  Telah berpulang ke pangkuanNYA.
Tengah malam itu lorong gang ramai sekali.
"Era.., Era... bangun,,,, sobatmua meninggal", seru orang-orang di luar.
Dengan mata yang masih terkantuk-kantuk Era keluar dan tak percaya langsung menuju rumah Ijar dan di pandangnya wajah sahabat nya yang terbujur kaku tak bernafas lagi. Hanya selisih 100 hari Ijar menyusul kepergian suaminya.
Era menangis melihat sahabatnya t'lah pergi.
"Ijar sudah menangisi  elu  duluan", ucap Eli lirih.
"Lu tahu ngak, waktu lu sakit dia teriak "jangan pergi Era", dan sekarang dia t'lah pergi", lanjut Eli.
Era tak dapat berkata apapun, matanya berkaca-kaca memandang Ijar yang terbujur kaku.
Beberapa hari lalu Ijar mengajaknya ke Jatinegara untuk menemaninya belanja barang dagangan, Ijar sangat ingin menghibur Era agar tak melamun dan menangis.
Pagi hari sebelum berjualan di pasar, pasti dia akan menegir Era.
"Era.. turun dong, bangun",  serunya sambil duudk di depan warung oma.
"Sedang betapa Jarr", canda Era.
"Betapa sedihnya... Betapa lelahnya dan .. pokoknya BETAPA", yang dilanjutkan dengan gerai tawa mereka di pagi hari.

Sore hari akan di habiskan Era dengan bermain layangan menemani Gelang anak lali-lakinya dan Ijar menemainya dengan duduk di depan warung oma sambil menikmaei kopi dingin kesukaanya dan melihat Era bermain layang-layang.
Ijar sering mentraktir Era bila jualannya laris.

Era sering menggangu Ijar dengan berlari kecil mendorong gerobak dagangan Ijar sepulang berjualan di pasar. Penyakit kanker yang di deritanya membuatnya sering letih dan tak kuat mendorong gerobak jualannya. Apalagi setelah suami nya meninggal.


Persahabatan singkat yang berarti bagi diri Era dan tak terlupakan bagi Era melalui hari-harinya.

Ijar sering menghibur Era, Ijar pernah menelpon Toni dan menegurnya, Banyak kenangan  indah yang terukir di saat terakhir hidup Ijar.

Tak terasa tahun telah berganti........

Era yang kembali tercenung memikirkan nasibnya seorang diri, tak ada lagi teman berbagi yang dapat di percayainya. Untunglah tante Vonny sering menemani Era sekarang dan Teh One yang bintang sinetron selalu membuat lelucon tentang hidup, sangat menghibur.




Pagi hari Era membantu merapikan warung oma yang persis di samping tempat tinggalnya, sambil menunggu Gelang pulang dari sekolah.
Sore hari dihabiskannya waktu dengan bermain layang-layang yang membuat beberapa anak perempuan kecil ikut bermain layang-layang.
Gelang sempat protes melihat mama nya ikut menemani  bermain layang-layang, tapi sejak beberapa anak perempuan kecil  turut serta bermain layang-layang, Era dan Gelang menjadi team yang kompak.

Tanpa di sadarinya Era telah dapat melupakan kejadian pahit yang menimanya dan melanjutkan hidupnya dengan derai tawa memandang cakrawala sore di langit lepas bermain layang-layang.



Hancur luluh dan sakit hati  Era atas perbuatan Toni sekeluarga dikampungnya nyaris terlupakan.
Era yakin bahwa suatu haripun Era akan melalui kampung Toni menuju kampung Alm. suaminya.
Apapun yang terjadi dalam hidup ini harus dilalui dan dijalani. Doa selalu dipanjatkan Era memohon agar Tuhan membimbing hidupnya. Dan bila semua ini terjadi, terjadilah sesuai kehendak sang pencipta. Hidup akan terus berjalan dengan atau tanpa Toni. Lebih cepat lebih baik untuk melupakan mahluk laki-laki seperti Toni.

Karena apalah daya.... Era hanya seorang wanita bodoh yang tak mengerti apa yang sedang menimpa dirinya. Jalan yang terbaik adalah dengan memasrahkan diri kepada kehendakNYA.

Memandang langit dengan derai tawa adalah hal terindah yang dapat dilakukan daripada menangis menyesali apapun yang terjadi. Matahari pasti akan bersinar kembali, sambutlah dengan senyum tulus kehidupan ini. Kehidupan masih berjalan selama nafas masih ada di dalam raga.

No comments:

Post a Comment