Friday 10 August 2012

JULIO

Hujan deras telah berhenti membasahi anak tangga di belakang rumah.

Herra duduk sendiri di anak tangga yang basah oleh air hujan.   Telpon genggam menempel di telinganya. Herra menyimak pembicaraan di telp itu seakan tak ingin ada kata yang terlewatkan. Tanpa terasa airmata mengambang di pelupuk mata Herra.  Rasa cinta yang begitu mendalam sangat menyentuh relung hati Herra. Pengorbanan Julio  terhadap Herra sangat besar. Perasaan cinta suci yang tulus di rasakan Herra dan membuat Herra tersentuh dan makin menyayangi Julio dalam cinta terlarang.
“Kekasihku sayang...... ingin rasanya aku menangis dalam pelukanmu”,  jerit hati Herra.
“Aku merindukanmu sayang......., aku menginginkanmu”.

Herra menyadari kehidupannya yang telah  porak poranda. Bagai layangan putus terbawa angin entah kemana?. Herra menjalani hidup dengan perasaan hampa tanpa pegangan. Tangan nya mengapai mencari kasih sayang yang ternyata di dapat dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Janji muluk yang diucapkan lelaki hidung belang  untuk menikahinya hanya janji belaka yang tak pernah terjadi. Mereka laki-laki yang hanya mengambil kesempatan dari kekosongan Herra yang nyaris putus asa.
Herra yang merasakan dirinya telah  mati  tak memperdulikan apapun yang terjadi terhadap dirinya.
Herra tidak dapat melupakan hari-hari indah saat sekolah, yang begitu cepat terhapus dari dirinya.  Herra menutup diri terhadap siapapun juga karena menutupi aib yang telah terjadi dengan kekasih Benny, pacarnya saat  itu.  Perasaan di asingkan dan terasing di dalam keluarga membuat Herra begitu lemah.  Herra  berusaha mengakhiri hidup dengan memotong urat nadi. 
“Kenapa aku dilahirkan”, seru Herra kepada ibunya.
Saat Herra minta izin untuk jadi seorang biksuni dengan halus ibunya melarang.
Sekarang saat martabat dan harga diri  telah  digadaikan dan menjadi milik pacarnya.
Perlakuan sakit hati lebih sering di terima Herra sebagai pacar Benny. Malam minggu lebih sering dihabiskan Herra dengan menangis atau pergi menonton dengan Ari saudara sepupunya.
Ari sangat menyayanginya, dan akan mengajak Herra  jalan-jalan  kerumah teman atau nonton di bioskop kesayangan bila melihat Herra sendiri  di rumah.
Herra sangat bersyukur memiliki kakak sepupu yang begitu peduli. Ari mengetahui kalau Benny memilik pacar yang lain. Malam minggu akan di habiskan Benny di rumah pacarnya yang lain sebelum  menemui Herra. Herra sering menangis. Berkali-kali Benny datang  mengunjunginya dengan tanda merah di leher atau di dadanya.
Herra pernah menegur, yang dijawab ringan oleh Benny, “ciuman perpisahan”.
Sakit hati  Herra menerima perlakuan itu, tapi apalah daya harga dirinya telah tergadai.
Herra berusaha menyelesaikan sekolah menengah.
Saat Benny meminta untuk aborsi yang ke sekian kali, Herra menolaknya.
Herra bersikukuh untuk melahirkan dan merawat anak yang di kandungnya, menikah atau tanpa menikah.
Benny memutuskan untuk menikahi Herra, tapi sangat di sayangkan hati Herra telah beku.
Menikah untuk bercerai, itulah yang ada di dalam  hati Herra.
Pernikahan seumur jagung sangat menyiksa Herra. Sering Benny berhari-hari tidak pulang  dengan jawaban singkat, “Tidak perlu tahu urusan laki-laki”.
Herra  membicarakan perlakuan Benny kepada ayahnya yang di jawab dengan bijaksana, “ Sabar... bagaimana mau cerai,  papa malu”.
Herra menghitung tamparan di pipinya. Tiga kali, cukuplah sudah.
Hubungan baik dengan dr. Widura sebagai supervisor saat Herra bekerja di rumah sakit swasta memudahkan Herra untuk mendapatkan obat tidur.
Kembali pulang ke rumah di larang, hidup bersama laki-laki yang pernah di sayanginya sangat menyiksa.
Herra merasa tak memiliki pilihan lain berusaha  kembali mengakhiri hidupnya.
Obat tidur dikumpulkannya dari beberapa resep , di simpannya dengan rapi.
Merasa tak tahan lagi menghadapi hidup nya Herra menelan semua obat tidur yang di kumpulkan dan langsung menegak racun serangga.
Kelam bagai malam yang di hiasi banyak bintang  dan melayang-layang, itulah yang dirasakan Herra.
Kekelaman yang bertambah terang .... dan bertambah terang.
Herra merasakan hidungnya tersumbat sesuatu dan langsung melepaskannya. Selang oksigen. Di rumah sakit.
Herra sadar dirinya berada di rumah sakit, terkapar.
Setelah beristirahat beberapa hari di rumah sakit dan akhirnya pulang kembali ke rumah tempat  orangtuanya.
Herra sangat senang di terima kembali di rumah orang tuanya.
Herra memutuskan pindah ke Jakarta dan memulai  hidup baru.
Benny berusaha menahan Dany anak meraka.  Herra tak di izinkan untuk menemui nya sedikitpun.
Hati yang luka dan tersayat.  Herra tetap pergi.
Tekad untuk tidak menyia-nyiakan hidup nya dalam pernikahan yang tidak harmonis.

Setahun berikutnya Herra pindah ke Manado menikuti ajakan Paulus.
Paulus mengajaknya ke Manado karena hubungannya dengan Herra yang janda di tentang habis oleh orangtuanya..
Dengan memohon restu kepada opa Paulus di kampung, akhirnya Paulus menikahi Herra.
Perbedaan adat yang sangat mencolok membuat Herra tak tahan menghadapi rasa cemburu.
Membuat Herra mengulangi lagi mengakhiri hidupnya.
Racun serangga yang di teguknya membuat dia terkapar di rumah sakit Bethesda, Manado.  Atas pertolongan dokter yang sigap, kieanya kembali tertolong.
Lima tahun Herra tinggal di Manado dan akhirnya kembali ke Jakarta.
Herra gagal lagi.
“Sudah lah ngapain pula kamu kawin ama anak pegawai negri Umar Bakri”, usul Selestian saudara sepupunya.
Kalimat yang tak akan pernah Herra lupakan di seumur hidupnya.
Beruntung Herra tak pernah mendengarkan usulan keluarga besarnya.
Cinta dan kasih sayang yang Paulus berikan adalah segalanya bagi Herra.
Kebahagiaan hidup Herra adalah dicintai.
Herra tak memperdulikan material, karena Herra sangat yakin kesejahteraan akan datang dalam kedamaian.
Herra bersyukur mendapatkan pekerjaan yang baik di perusahaan asing yang memberikan kesempatan kepada Herra untuk mendapatkan training dan berlibur ke luar negri.
Mensyukuri berkat Tuhan yang melimpah membuat Herra bangga dan membuat keluarga semakin tidak menyukai keberhasilan Herra.
Herra merasakan kehancuran hidupnya saat Paulus sakit dan  pergi untuk selamanya.
Tak ingin ia memejamkan mata  barang sekejappun. Inilah saat terakhir Herra memandang jasad Paulus yang terbujur kaku di dalam peti jenazah. Aroma formalin yan menyengat membuat perih di mata.
Penyesalan mendalam sangat di rasakan Herra.
 Herra terlambat mencintainya.
Rasa sakit hati terhadap Benny membuat hati Herra beku, Herra hanya menikmati kasih sayang yang di berikan Paulus yang begitu mencintainya.
Selama ini Herra hanya menjalankan hidup sebagai seorang istri bagi Paulus.  Hatinya membeku untuk menjadi kekasih.
Sekarang semua sudah terlambat,  bunga  telah tertabur dua meter di atas tanah. Tak akan ada lagi kasih sayang yang akan di terimanya.
Tak akan ada lagi yang menjaganya,  becanda dan tertawa.
Tak ada lagi ambisi atau pun ke ingin untuk hidup.
Putus asa  bagai layang-layang putus, tanpa arah.
Di tatapnya kedua  Magda dan Gabriel yang  tertidur sedih dan lelah.
Tanpa terasa airmatanya jatuh berlinang.
Mereka hanya memiliki aku seorang yang harus menjaganya.
Tidakkkk... aku harus kuat menghadapi semua ini, karena tugas belum selesai.
Aku harus menjaga kedua anakku”,  seru Herra dalam hati.

Keluarga besar terlanjur membenci Herra yang bersikukuh berumah tangga dengan Paulus.
Sendiri, sebatang kara itulah yang Herra rasakan.
Tangan ini mengapai dengan pasrah.

Berharap mendapatkan teman untuk berbagi hidup, hanya mengecewakan dan hanya menambah lembaran hitam dalam hidup Herra.
Kesendirian yang rapuh membuat Herra sangat mudah termakan rayuan  laki2 yang hanya ingin memanfaatkan diri nya.
Dua tahun sudah Herra menghabiskan waktu dengan sia-sia.

Sekarang di akhir tahun 2011, Herra sangat bersyukur berjumpa dengan teman sekolahnya dulu.

Julio sayang... engkau datang saat aku hancur.
Hidupku begitu kelam.
Dalam hati Herra menyesali keadaannya.
“Tak ada lagi yang dapat kubanggakan, Julio”, Keluh Herra dalam hati.
Aku sangat menghargai rasa cinta suci yang pernah kau sediakan untukku, aku menghargainya.
Maafkan aku yang tak pernah mengetahui  sebelumnya.
“Tapi kini aku merasakan pengorbananmu, Julio”, desah Herra.
Julio sayang ... engkau tidak terlambat mencintaiku.
Karena kekuatan cinta suci mu membuat aku tegar.
Julio engkaulah cahaya hidupku, yang membuat aku kembali hidup.
Aku memang telah menyia-nyiakan hidup ini.
Karena aku membenci hidup ini.
Tapi engkau dengan sabar dan penuh kasih sayang telah membimbingku, mengajariku untuk hidup.
Maaf kan aku yang sering marah dan mengecewakanmu.
Julio sayang .... aku jatuh cinta padamu.
Aku menyayangimu dengan setulus hatiku, walau aku tahu cinta terlarang.
Maafkan aku yang sering mencumbu bayang mu.
Aku mencintai dan menyayangimu.
Aku membutuhkanmu.
Engkaulah pelita hidupku.
Kekuatan cinta suci mu memberikan kekuatan padaku.
Engkau memberikan kesejukan di dalam hati ku yang gersang.
Maafkan aku yang jatuh cinta padamu, Julio.
‘kan kubawa rasa cinta ini di akhir nafasku.
AKU MENCINTAIMU JULIO, SUNGGUH KU MENCINTAIMU!!!

Tersenyum saat bayangmu terlintas dalam pikiranku.
Dalam dirimu kutemui keduanya, Benny dan Paulus.
Benny yang cerewet  dan Paulus yang selalu menyuruh aku menikah!.
Julio... engkau terlalu sempurna untukku.
Aku bersyukur engkau memiliki keluarga bahagia.
Aku berdoa untuk kebahagiaan keluargamu, Julio.
Aku tak akan merampas kebahagiaan yang telah engkau miliki, karena aku menyayangimu, Julio.
Apapun keputusanmu aku menghargainya.
Tapi tolong mengertilah, walau aku tidak menikah dengan siapapun bukan berarti aku mengharapkan dirimu.
TIDAK!.
Aku mencintaimu dan tak akan pernah menghancurkan kehidupan yang telah kau pupuk berpuluh tahun lalu.
Tapi rasa cinta ini biarlah untukku simpan sendiri.
Beruntunglah wanita yang kau pinang menjadi istrimu.
Siapun dia aku sangat menghargainya.
Dan maafkanlah aku yang mencintaimu.
Tak akan aku merampasmu dari sisinya.
Tapi izinkanlah, beri aku sedikit waktu untuk memadu kasih.
Berilah aku rasa bahagia dalam hidup ini walau sesaat saja.



No comments:

Post a Comment